Laman

Minggu, 24 Oktober 2010

makalah tentang imunologi

Imunologi
Imunologi termasuk pencegahan. Pencegahan sendiri ialah sengaja memberikan kekebalan atau imunitas pada anak, sehingga anak tersebut, walaupun kemudian mendapat infeksi tidak akan meninggal atau menderita cacat ( sequilae ). Umumya, anak yang telah imun bereaksi secara berikut :
1. Tidak sakit sama sekali
2. Sakit tapi ringan sekali, sehingga tidak mengakibatkan cacat dan tidak meninggal. Cacat inilah yang akan membebani tidak hanya nak tersebut namun orangtua serta masyarakat selama anak masih hidup. Anak caca tentunya tidak bisa hidup sendiri namun tergantung pada orang tua dan masyarakat sekitarnya.
Imunitas sendiri dibagi menjadi 2hal berdasarkan asal mulanya. Ke dua hal tersebut ialah :
1. Kekebalan pasif
2. Kekebalan aktif
Kekebalan pasif ada bila tubuh anak tidak bekerja membentuk kekebalan, tetapi hanya menerimanya saja. sedangkan Kekebalan aktif ialah tubuh anak menghasilkan imunitas sendiri. Baik pasif atau aktif, masing-masing berlangsung alami, biasanya bawaan ( congenital) atau didapat ( acquired ).
Imunitas pasif bawaan (passive congenital immunity)
Terdapat pada bayi baru lahir (neonatus)sampai bayi berumur 5 bulan. Neontus mendapatkannya dari ibu sewaktu didalam kandungan, yaitu berupa zat anti(antybodies) yang melalui jalan darah ke plasenta.
Kadar Ig G & I g M
Ig
I g G ibu


I gG produksi anak sendiri
O 1 2 3 4 5 6 17 18
Bulan tahun
Gambar 1. System imunitas pada anak

Zat anti itu berupa globulin gamma yang mengandung imunitas seperti yang juga dimiliki oleh ibu. Namun, zat antibody itu lambat laun akan lenyap ari tubuh bayi. Dengan demikian sampai umur bayi kurang lebih berumur 5 bulan, bayi dapat terhindar dari beberapa penyakit infeksi, misalnya difteria, campak (meales) dan lain-lain.
Imunitas terhadap difteria dapat dibuktikan dengan Uji Schick, yaitu dengan menyuntikkan toksin difteri intrakutan. Bila bayi masih mempunyai zat anti maka hasil reaksi akan negative. Pada trimester 1 dari sejumlah bayi yang diperiksa, hanya terdapat 6,2% saja yang menunjukkan hasil uji schick positif dan selanjutnya lambat laun meninggkat sampai 79,6% pada trimester IV.
Terhadap campak, bayi masih dapat dikatakan masih mempunyai kekebalan pasif bawan hingga usia 7 bulan. Kekebalan seperti ini sebenarnya juga ada terhadap tetanus, pertusis, kokus, dan tifus abdominalis, namun jumlahnya sedikit sekali sehingga bayi tidak dapat terindar dari infeksi-infeksi tersebut.
Imunitas pasif didapat (passive acquired immunity)
Zat anti didapatkan oleh anak dari luar dan hanya berlangsung pendek, yaitu 2-3 minggu karena zat anti ini akan dikeluarkan lagi oleh anak. Bahan zat ani demikian dapat berupa globulin gamma murni yang didapat dari darah orang yang pernah mendapat penyakit, misalnya campak. Sebenarnya tidak hanya globulin gama murni yang dapat digunakan, tetapi darah atau serumnya dapat pula dipakai untuk disuntikkan (intramuskulus), tetapi tentunya dalam hal yang terakhir ini diperlukan jumlah yang lebih banyak. Contoh lain ialah pemberian serum tetanus.
Efek samping
Umumnya serum yang diberikan untuk pemberian imunitas pasif seperti diuraikan diatas. Serum ini biasanya diperoleh dari binatang seperti kuda, kerbau sehingga mengandung protein asing yang dapat menyebabkan efek samping berupa :
1. Reaksi Atopik (atopic reaction). Reaksi ini terjadi beberapa menit sesudah penyuntikan pertama dan kelainan yang terjadi dapat berupa renjatan (shock) berat, gatal seluruh badan, urtikaria pada tempat suntikan yang kemudian dapat meluas, gelisah, pucat, sianosis, dispnu serta dapat terjadi kejang dan bahkan kematian. Untuk mengatasi keadaan ini hanya suntikan adrenalin dankortikosteroid yang dapat menolong.
2. serum sickness. Masa tunas 6-24 hari gejala-gejala dapat berupa panas, urtikaria, eksantema, muntah berak. Yang membahayaka ialah bila urtikaria atau oedema terjadi didaerah glottis, sehingga akan terjadi penyumbatan jalan nafas. Pengobatan yang dapat diberikan antara lain : adrenalin, kortikosteroid, antihistaminikum.
3. Reaksi terhadap suntikan ulangan
• Reaksi anafilaksis masa tunas beberapa menit sampai 24 jam. Gejala sama dengan reaksi atopic atau lebih ringan.
• Accelerated reaction. Masa tunas 1-5 hari. Gejala sama dengan serum sickness.
Jelaslah bahwa penyuntikan serum, baik profilaksis maupun terapeutik dapat berubah. Oleh karena itu bila anak diketahui menderita alergi atau pernah mendapat suntikan serum sebelumnya, maka perlu ditentukan lebih dahulu apakah anak telah mempunyai alergi terhadap serum yang akan disuntikkan.
Cara penentuan danya alergi ini dilakukan dengan uji kulit dan mata (skin and eye test) sebagai berikut :
UJI KULIT
0,1ml cairan serum 1/10 disuntikkan intrakutan. Tunggu 15 menit. Dinyatakan positif bila terjadi infiltrate dengan garis tengah lebih dari 10mm.
UJI MATA
1 tetes cairan serum 1/10 diteteskan pada mata. Tunggu 15 menit. Dinyatakan positif bila mata terjadi bengkak dan merah
Bila uji kulit dan mata tersebut positif, maka penyuntikan serum harus menurut cara Besredka, yaitu : 0,1 ml serum dalam 1 ml air garam fisiologis disuntikkan subkutan; tunggu ½ jam, kemudian 05 ml serum dalam 1 ml air garam fisiologis disuntikkan subkutan; tunggu ½ jam, selanjutnya sisa serum disuntikkan intramuskulus.
Cara Besredka berartu desensitisasi yang dapat bertahan 2-3 minggu. Jadi bila esok hari atau hari-hari berikutnya diperlukan pemberian serum lagi, cara Besredka ini tidak perlu diulang.
Penyakit yang dapat atau lazim di cegah dengan serum untuk sementara :
1. Campak (measles, morbilli)
Yang dipakai adalah globulin gama 0,2 ml /kgBB atau serum konvaselen. Pencegahan biasanya dilaksanakan pada anak yang kontak dengan penderita campak di bangsal, oleh karena anak tersebut kontak dengan demikian bila menderita campak, daya tahannya akan sangat menurun dan akan mudah mendapat kompliksi yang berat.
2. Tetanus
Untuk pencegahan yang diberikan 1500 UI serum anti tetanus (profilakis) dalam batas 24 jam sesudah menderita luka. Sudah 24 jam ,serum sudah tidak bermanfaat lagi. Maksud pemberian serum ini adalah untuk mengikat toksin yang mungkin sudah mulai diproduksi oleh kuman tetanus, tetapi efeknya masih diragukan. Lebih efektif ialah bila anak semasa bayi telah mendapat imunisasi dasar dan sewaktu menderita luka, anak diberi lagi toksoid tetanus. Dalam hal ini serum anti tetanus hanya diberikan bila dipandang perlu.
3. Gigitan ular berbisa
Yang diberikan ialah anti snake venom dan serum ini dapat dipakai baik untuk pencegahan maupun untuk pengobatan.
4. Rabies
Berdasarkan lokalisasi dalam tubuh, imunitas dapat dibagi dalam : imunitas humoral ( humoral immunity) dan imunitas selular (cellular immunity).
IMUNITAS HUMORAL
Imunitas ini terkandung dalam immunoglobulin (Ig). Secara elektroforesis dapat ditentukan bahwa Ig berupa B2A , B2M sedangkan secara ultrasentrifugase Ig dibagi menjadi 7S dan 19S globulin gama. Setiap molekul Ig terdiri dari rantaiH (Heavy)dan L (Light). Rantai H terdiri dari bermacam-macam tipe, tetapi yang tepenting untuk imunitas ialah rantai G,A, dan M. oleh karena itu dinamakan juga IgA,IgG, dan IgM.
IMUNITAS SELULAR
Imunitas ini terdiri dari :
a) Fagositosis oleh sel-sel sistim retikulo endoterial
b) Kemampuan sel tubuh untuk menolak dan mengeluarkan benda asing
c) Alergi kulit terhadap sesuatu benda asing, yaitu kulit akan mengadakan reaksi sehingga akibat buruk dapat dihindarkan
d) Mengenal antigen( yang sebelumnya pernah diketahui )secara cepat dan kemudian bereaksi pula secara cepat dan tepat untuk menghindarkan akibat buruk.
Darimanakah asalnya immunoglobulin? Pada bayi baru lahir hingga usia 5 bulan terdapat IgG yang di dapat dari ibu. IgA dan IgM tidak terdapat, namun perlahan lahan diproduksi sendiri oleh tubuh bayi (pada gambar 1). Tubuh bayi baru dapat membuat IgG sendiri pada umur kurang lebih 3 bulan. Hal ini penting di ketahui berhubungan dengan imunisasi dasar pada bayi.Berdasarkan kwantitas maupun kwalitas immunoglobulin ini, dikenal beberapa penyakit :
1) Hipoimunoglobulinemia yang fisiologis
Jumlah IgG dari ibu hanya sedikit sekali, sehingga bayi sering menderita infeksi berat pada bulan-bulan pertama kehidupannya.
2) Hipoimunoglobulinemia tipe Bruton
Penyakit ini familiar dan menyerang laki-laki. Dalam jaringan terdapat sel plasma sedikit sekali, juga jaringan limfoid sedikit sekali, walaupun dalam darah jumlah sel limfosit normal.
3) Hipoimunoglobulinemia tipe Swiss
Penyakit ini seperti tipe Bruton, tetapi jumlah limfosit dalam darah sedikit sekali dan prognosis penyakit ini buruk.

PEMBUATAN IMUNOGLOBULIN
Atas dasar penyelidikan pada binatang percobaan, mulailah lebih jelas peranan beberapa organ tubuh dalam pembentukan zat anti dan imunitas. Walaupun belum diperoleh bukti yang nyata benar, namun pendapat umum menyatakan bahwa stem cell merupakan permulaan semua sel yang mengakibatkan imunitas.
Selain untuk sel imunitas, stem sell juga merupakan asal mula (precursor) dari pada sel darah lainnya (bersifat pluripotent). Dua organ penting untuk pembuatan sel imunitas ialah timus dan bursa fabrisius. Timus terdapat pada manusia dan semua vertebrata, sedangkan bursa pada burung. Pada manusia yang dianggap analog dengan bursa ialah jaringan limfoid di traktus digestivus.


Gut Epithelial lymphoid Thymus cellular
Wall thymus thymus dependent immunity
Mesenchime recognition delayed
System allergy
Lymphocytes graf vs host
Reaction
homotransplant

GUT Bursa – type Bursa type immunoglobulin
WALL tissue Dependent humoral antibodies
Immunoglobulin
Producing system
Germinal centers
Plasma cells
Gambar : Ontogeny of the immune system Amer.J.Med.38:579,1965
Stem cell menempuh 2 jalan :
1. Melampaui timus dan berubah menjadi sel-sel limfoid yang kemudian akan menjalankan pekerjaan imunitas sel. Sel-sel ini dinamakan thymus dependent(sel T = sel timus) dan tersebar di jaringan-jaringan seluruh tubuh.
2. Melampaui bursa (pada burung, sedangkan pada manusia melampaui jaringan limfoid di jaringan trktus digestivus) dan disini berubah menjadi sel limfoid yang mengalir kedarah yang kemudian berubah menjadi sel plasma da pusat germinal dimana keduanya inilah yang merupakan pabrik immunoglobulin (imunitas humoral). Sel-sel ini juga dinamakan dengan sel B (sel bursa) atau bursa dependent.
Oleh karena sistim imunitas dibagi 2, jaringan limfoid perifer (sel T dan sel B) serta jaringan limfoid sentral (timus dan bursa). Sel T dan sel B di perifer tidak akan berubah lagi, namun bila diperlukan oleh tubuh timus dan bursa dapat memproduksidan mengubah stem cell untuk berpoliferasi lebih cepat menjadi sel T dan sel B. sepintas lalu sel B dan sel T akan berpisah, namun sebenarnya terdapat hubungan yang cukup erat. bila seseorang mendapat imunisasi baik secara oral maupun perinatal, maka reaksi imunitas akan terjadi pada sel T dan sel B.walau iminisasi sudah lama diberikan dan kadar zat anti dalam darah sudah menurun belumberarti imunitas hilang. Masih ada imunitas sel T yang bila perlu dapat mengenal secara cepat sehingga produksi zat anti dapat terjadi.

IMUNITAS AKTIF
Imunitas aktif dibagi dalam dua bagian :
1. Didapat secara alami (naturally aquired) contohnya :
Difteria : anak akan secara alami hingga umur belasan tahun mendapat infeksi berbentuk silent abortive yang menyebabkan sebagian anak menderita sakit ringan, kemudian sembuh dan imun. Silent abortive infection ini dapat dibuktikan dengan uji Schick yang frekuensi hasil reaksi negatifnya lebih besar pada umur lebih tua.
Poliomyelitis : penyakit ini umumnya menyerang anak dibawah umur 7 tahun . Dan 98% dari anak usia 7 tahun telah imun terhadap penyakit ini.
2. Sengaja dibuat (artificially induced) cara pemberian imunitas terdiri dari 3 macam antigen :
a) Live attenuated bacteria or virus
Yang dipakai adalah kuman yang masih hidup dan telah dijinakkan, sehingga tidak menyebabkan penyakit tetapi masih dapat memberikan imunitas, misalnya smallpox, bacillus Calmette Guerin (BCG), polio, sabin, campak, ensefalitis dantrankoma.
b) Killed bacteria or virus
Misalnya kolera, tifus abdominalis, paratipus (kotipa), pertusis, polio salk.

c) Toksoid
Yang dipakai adalah toksin yang telah diolah sedemikian rupa, misalnya dengan formol dan kemudian diabsorpsi dengan aluminium sehingga biasanya dinamakan formol toxoid alum precipitated. Arti absorpsi dengan aluminium adalah agar dapat merupakan depot di jaringan tubuh sehingga pengeluaran dari depot berlangsung sedikit demi sedikit dalam jangka waktu lama, oleh karena itu lebih efektif dan dapat menghasilkan kwalitas zat anti yang lebih besar.
Reaksi tubuh dengan antigen lebih lambat sehingga waktu untuk mendapatkan lebih banyak zat anti akan lebih lama. Cara yang lazim dipakai sekarang ialah dengan melaksanakan lebih dulu imunisasi dasar yang terdiri dari tiga kali imunisasi berturut-turut dengan jarak antara 4-8 minggu. Yang menyimpang dari cara diatas ialah imunisasi cacar (smallpox) dan BCG yang hanya dikerjakan sekal namun imunisasi ulangan / booster harus dilakukan pula.
imunisasi dasar

I II III ulangan (booster)







3 4 5
Kecuali UMUR BULAN
smallpox dan BCG

Gambar : skema imunisasi dasar


Imunitas aspesifik
Imunitas yang diutarakan diatas adalah imunitas spesifik karena tertuju hanya pada penyakit tertentu dan dengan zat anti yang spesifik dan tertentu pula. Disamping itu, sebenarnya masih ada imunitas yang aspesifik yang sulit dijelaskan seperti :
1. Tuberculosis
Walau termasuk penyakit infeksi, tetapi ternyata diperlukan juga suatu hereditas tubuh untuk dapat menderita penyakit ini.
2. Umur : campak, cacar air, gondokan (mumps) lebih berat dan berbahaya bila orang dewasa yang menderitanya
3. Defisiensi vitamin : menurunkan daya pembentukan zat anti
4. Anemia : sering menyebabkan infeksi traktus respiratorius
5. Kwashiorkor : tidak mudah terserang virus
6. Kortikosteroid : dapat memberatkan penyakit tuberculosis dan cacar air

Tetanus neonatorum
Di Indonesia penyakit ini masih banyak karena persalinan yang ditolong oleh dukun. Saat dukun memotong tali pusat menggunakan bambu/ pisau dan gunting yang tidak steril/ kotor. Dapat pula terjadi karena ibu,nenek membubuhkan bahan kotor pada pusat (bedak, abu, jamu, tanah liat). Cara untuk mencegah penyakit ini, selain kebersihan sewaktu dan sesudah persalinan, juga dapat dilakukan dengan memberikan toksoid pada ibu hamil, terutama pada bulan-bulan terakhir. Pemberian toksoid ini yang benar adalah 3 kali dalam 3 bulan terakhir kehamilan. Schofield (1961) di Guinea Baru membuktikan bahwa dengan cara demikian disebuah desa nsidens tetanus neonatorum dapat diperkecil sampai 0,5% dari semua kelahiran.

IMUNISASI KOMBINASI (combined immunization)
Imunisasi kominasi atau campuran dapat dilaksanakan tanpa mengurangi manfaat tiap macam vaksin di dalamnya. Sekarng lazim dipakai vaksin DTP,yaitu vaksin terhadap difteria, pertusis dan tetanus yang dicampur dalam satu semprit. Perum Biofarma Bandung membuat vaksin DTP (difteria, tetanus pertusis,) dan DT (difteria, tetanus) yang merupakan vakn kombinasi antigen toksoid dan antigen kuman yang dimatikan. Tiap 1 ml DT mengandung 40 Lf toksoid murni difteri, 15Lf toksoid murni tetanus, sedangkan 1 ml DPT mengandung 32 milyar bakteri B. pertusis yang sudah dimatikan selain dari toksoid DT seperti yang disebutkan terdahulu. Imunisasi DTP ataupun DT diberikan intramuscular atau subkutan dalam. Imunisasi dasar diberikan sebanyak 3 kali dimulai pada usia 3 bulan dengan dosis masing-masing 0,5 ml dengan selang waktu 4 minggu/ 1 bulan, kemudian diperkuat dengan imunisasi keempat yang diberikan 1 tahun setelah imunisasi ketiga. Ulangan imunisasi berikutnya diberikan pada usia 5 tahun- usia masuk sekolah dasar (masih menggunakan DTP). Selanjutnya ulangan imunisasi dilakukan setiap 5 tahun dengan menggunakan DT.
Resistensi alami (natural resistence)
Prioritas pemberian BCG dan profilaksis pada umur pra-sekolah (0-6 tahun) disebabkan terdapatnya fakta bahwa komplikasi terberat dan terbanyak didapatkan pada anak masa pra-sekolah. Hal ini mempunyai hubungan erat dengan resistensi alami yang umumnya masih rendah pada golongan umur tersebut.
Kekebalan dalam A. pra sekolah
B B. sekolah
C. pubertas
C
A
0 5 10 15 20 25 30 35 50 umur th

Gambar : resistensi alami pada manusia

Resistensi alami meningkat pada anak masa sekolah (6-12 tahun), kemudian pada masa akil baligh menurun sampai umur 20 tahun, kemudian meningkat lagi sampai umur 40 tahun, dan selanjutnya akan menurun lagi. Sebagai konsekuensinya, seseorang harus hati-hati pada usia akil baligh (adolescence). Misalnya sewaktu ia mendapat infeksi tuberculosis, maka infeksi ini akan menyebar luas dengan cepat. Konsekuensi lainnya adalah bila seseorang telah menginjak umur 40 tahun atau lebih, maka ia perlu melakukan pemeriksaan kesehatan berkala dan secara teratur agar penyakit dapat didiagnosis dan dapat diobati sedini mungkin.

Keadaan tubuh sewaktu imunisasi
Sewaktu dilakukan imunisasi hendaknya tubuh tidak boleh dalam keadaan sakit, karena hal ini akan mengakibatkan daya untuk membuat zat anti rendah. Demikian pula, keadaan gizi sangat penting, karea, gizi yang buruk tidak akan membuat za anti dengan baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan uji transformasi limfosit. Untuk pemeriksaan ini, sel limfosit anak dikultur kemudian kepada anak tersebut diberikan antigen. Bila reaksinya baik, maka sel limfosit akan berubah menjadi limfoblas yang kemudian akan membuat zat anti. Jose dkk (1970) menyelidiki hal ini pada 3 golongan anak dari kelompok umur yang sama di Australia. Golongan pertama terdiri dari golongan anak dengan gizi baik, golongan kedua terdiri dari anak-anak aborigin (asli) dengan keadaan gizi dan kesehatan yang sama baiknya dengan golongan pertama, sedangkan golongan ketiga terdiri dari anak-anak aborigin dengan gizi dan kesehatan yang kurang. Terbukti uji transformasi limfosit pada golongan ketiga hasilnya negative.
BAGAN PEMBERIAN IMUNISASI YANG DIANJURKAN
IMUNISASI
BCG
(intrakutan) 1
Tiap umur
Sebaiknya usia 2 bulan 0,05 ml 2
5-7*
Tahun
0,10 ml 3
12-15*
Tahun
0,10 ml 4 5 6
POLIO
(oral) 3 bulan
2 tetes 5 bulan
2 tetes 7 bulan
2 tetes 1,5 -2 tahun
2 tetes 5 tahun- usia masuk SD
2 tetes 10 tahun-usia tamat SD
2 tetes
DTP
(IM atau SC dalam) 3 bulan
0,50 ml 4 bulan
0,50 ml 5 bulan
0,50 ml 1,5 -2 tahun
0,50 ml 5 tahun- usia masuk SD
0,50 ml
DT
(IM atau SC dalam) Tiap 5 tahun setelah DTP kelima
TIPA
(SC) 15 bulan
0,25 ml 18 bulan
0,25 ml 21 bulan
0,25 ml 5 tahun- usia masuk SD
0,25 ml 10 tahun- usia tamat SD
0,50 ml

0,50 ml
CAMPAK
(SC) 9 bulan atau lebih
0,50 ml

Keterangan : *) bila uji tuberculin negative
TINDAKAN PENCEGAHAN TERHADAP TETANUS PADA WAKTU LUKA, BERDASARKAN STATUS VAKSINASI SESEORANG
Jenis luka Imunisasi sudah lengkap 1) Imunisasi belum lengkap 2) Belum pernah 3)
Vaksinasi terakhir Pencegahan tetanus Vaksinasi terakhir Pencegahan tetanus Pencegahan tetanus
Luka yang kemungkinan besar kemasukan basil tetanus 4) Kurang dari 2 tahun yang lalu Serum / vaksin tidak diperlukan Kurang dari 2 tahun yang lalu Masing-masing 1 dosis serum dan vaksin Berikan 1 dosis serum, selesaikan imunisasi dasar
2-10 tahun yang lalu Berikan 1 dosis vaksin Lebih dari 2 tahun yang lalu Idem
Lebih dai 10 tahun yang lalu Berikan 1 dosis serum dan vaksin
Luka lainnya : tidak diberikan serum, vaksinasi mungkin diperlukan bila lukanya bertambah besar, jika diperlukan, perhatikan status vaksinasinya.

Catatan : gunkan cara-cara imunisasi aktif dan pasif, berikan 1 dosis tetanus toksoid, tunggu 20 menit kemudian berikan lagi 1 dosis serum (ATS) pada tempat lain dengan menggunakan semprit dan jarum yang berbeda. Suntikan pada saat yang bersamaan dan keduanya pada tempa yag Berea boleh juga dilakukan. Selesaikan primo vaksinasinya, serta berikan juga “booster”.
1. Yang dimaksud penderita yang sudah mendapatkan paling sedikit 3 suntikan tetanus.
2. Yang dimaksud penderita yang sudah mendapatkan satu atau dua suntikan tetanus.
3. Yang dimaksud penderita yang tidak pernah mendapatkan vaksinasi atau yang status vaksinasinya tidak diketahui.
4. Mencakup : a. patah tulang terbuka
b. luka yang dalam atau luka remuk
c. luka yang kotor, terutama partikel dari kayu
d. luka yang bernanah
e. luka memar yang terbuka
f. luka bakar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar